Belakangan, kata sociopreneruship santer terdengar di berbagai media sosial. Mulai dari banner-banner iklan, hingga postingan promo dari lembaga atau perusahaan-perusahaan. Ini adalah hasil entrepreneur yang mengklaim bahwa usaha mereka termasuk dalam kategori sociopreneurship.
Dalam acara “Sociopreneurship : Strategy of Sharing and Making Profit” (20/4) yang diselenggarakan oleh SWA Business Update yang berkolaborasi dengan Surya University Serpong, pemahaman mengenai sociopreneurship dan prakteknya dibahas secara mendalam.
Acara tersebut mengundang Nadia Saib, Founder dari Wangsa Jelita dan Cindita Wijaya, Head of Dreamdelion Fashion sebagai narasumber. Keduanya membawakan materi menarik tentang bagaimana mereka merintis dan menjalankan sociopreneur mereka. Nadia mendapatkan kesempatan pertama dalam menyampaikan materinya pada acara tersebut.
Nadia mengaku bahwa pada awalnya merintis usaha, unsur sosial dalam bisnis tidak pernah terpikirkan olehnya. “Dulu saya hanya ingin membuat usaha sendiri saja bersama kedua rekan saya. Saya tertarik dalam membuat produk kecantikan dan sabun. Saat itu saya baru lulus kuliah dan tinggal di Bandung. Ada keinginan dari saya dan rekan-rekan untuk membuat sabun yang alami dan khas Bandung supaya meningkatkan product value,” jelas Nadia.
Dia dan kedua rekannya lalu berencana membuat sabun berbahan dasar strawberry karena meyakini bahwa buah tersebut cukup mewakili unsur natural dan juga lumayan dikenal sebagai ikon Bandung. Namun perjalanan mereka mencari petani strawberry malah mengantarkan mereka menjadi sociopreneur.
“Kami malah menemukan komunitas petani mawar. Setelah melihat kondisi petani mawar, kami jadi tertarik untuk mengajak mereka bermitra. Kami berencana membeli mawar-mawar mereka dan menjadikannya bahan dasar untuk salah satu produk sabun kami,” ujar Nadia.
Pendekatan terhadap para petani mawar diakuinya tidak mudah. Malah mereka sempat ditertawakan karena membuat sabun dari mawar dianggap aneh oleh para petani tersebut. “Mawar pada umumnya dibagi menjadi 3 grade dan itu ditentukan oleh panjangnya tangkai bunga tersebut. Grade A biasanya dihargai hingga Rp 12.000 per tangkai, Grade B bisa dibandrol Rp 5.000 per tangkainya, sedangkan grade C, bisa dibawah Rp 1.500 per tangkai,” jelas Nadia.
Selain harga mawar yang tidak menguntungkan, pasar untuk mawar sendiri terbilang rendah. Pasalnya, mawar hanya laku di saat-saat tertentu. Misalnya saat perayaan Valentine dan musim wisuda mahasiswa. Sedangkan mawar yang bisa terus menerus berbunga selama 3 tahun setelah pertama berbunga menjadi surplus ketersediaan yang tidak terpakai.
Untuk meyakinkan para petani agar mau bekerja sama dengan mereka, Nadia dan kawan-kawan berencana memberdayakan surplus ketersediaan tersebut. Caranya menarik, mereka membeli mawar-mawar grade rendah seharga grade A. Ini karena dalam pembuatan sabun, Nadia tidak memerlukan panjang tangkai, yang dia butuhkan hanyalah kelopak dari mawarnya saja.
“Dengan begini, petani mawar bisa cukup terbantu. Pada prosesnya hingga saat ini, kami mengajarkan para petani untuk membuat minyak mawar, nah minyak inilah yang kami beli dari mereka.”
Nadia menjelaskan, alasan menjadi sociopreneur, meski profit-minded, ada hal lain yang menjadi motivasi. “Motivasi tersebut adalah ‘membuat dampak’ atau impact,” tegas Nadia. Maksudnya adalah saat entrepreneur mampu membuat atau memikirkan dampak positif secara langsung atau tidak langsung bagi komunitas, maka saat itulah seorang entrepreneur juga berperan menjadi sociopreneur.
Hal serupa dilayangkan oleh Cindi pada presentasinya. “Menjadi sociopreneur berarti menjadi entrepreneur yang bertindak dengan motivasi memecahkan masalah dalam sebuah komunitas,” ujar Cindi mantap.
Sumber: http://swa.co.id/business-strategy/sociopreneurship-bisa-menghasilkan-profit
Berita Lainnya
- Liputan Media: Be Creative Innovator an Intensive Experiental Learning for Improving Creative Thinking
- Liputan Media: ISMOC 2016 Tiba di Final Competition
- Prestasi Mahasiswa Technopreneurship di Creatonomics Business Creativity Competition (CBCC) 2017
- Indonesia Sociopreneur Challenge 2015
- Liputan Media: Tangsel City offers total US$29,000 prize for creative trash concept